Kabupaten Lumajang

Mata Lensa yang Menyulut Ekonomi Kreatif Lumajang

×

Mata Lensa yang Menyulut Ekonomi Kreatif Lumajang

Sebarkan artikel ini

Foto: Bupati Lumajang, Indah Amperawati (Bunda Indah) saat membuka acara. (Dok istimewa)

 

LUMAJANG, Transparansi.co.id – Di kaki Semeru yang sejuk dan berselimut kabut, ratusan jiwa kreatif berkumpul membawa senjata tanpa peluru, yaitu kamera. Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menjelma menjadi kanvas terbuka saat menjadi tuan rumah Opening Ceremony Forum Asosiasi Fotografer Indonesia (FAFI) 2025 dan Workshop Photography & Videography, 19–20 Juli 2025.

Acara ini bukan sekadar temu lensa dan teknik. Ia adalah perayaan keindahan, pertemuan batin para seniman cahaya, dan ruang di mana cerita tentang Indonesia diabadikan dengan rasa.

Tak kurang dari 350 fotografer dan videografer dari berbagai penjuru tanah air hadir di Bumi Perkemahan Glagah Arum, Senduro. Mereka datang membawa cinta pada visual, semangat berbagi pengetahuan, dan hasrat mendalam untuk menangkap keajaiban yang sering luput dari mata biasa.

Bupati Lumajang, Indah Amperawati yang dikenal akrab sebagai Bunda Indah membuka acara dengan senyum hangat dan harapan besar. Ia menyebut kegiatan ini sebagai momen emas untuk memperkenalkan keelokan Lumajang kepada dunia melalui medium paling jujur: gambar.

“Lewat lensa, kita tak hanya memotret, tapi juga merekam denyut kehidupan, membingkai kasih, dan menyulam kenangan,” ujar Bunda Indah, Sabtu malam (19/7/2025).

Menurutnya, fotografi dan videografi adalah bahasa universal yang mampu menerjemahkan keheningan alam, wajah tulus petani, hingga gerak sunyi air terjun dalam satu klik abadi.

Suasana Glagah Arum selama dua hari penuh pun berubah menjadi laboratorium kreatif terbuka. Alam, manusia, dan budaya menjadi subjek yang ditatap dengan cinta. Peserta diajak menyelami filosofi di balik cahaya dan komposisi, belajar membaca dunia dengan kepekaan jiwa.

Sari, peserta muda dari Bandung, menyebut pengalaman ini sebagai perjumpaan spiritual. “Saya belajar, foto yang paling kuat bukan yang paling tajam, tapi yang paling jujur,” ujarnya pelan, sambil membayangkan hasil jepretan lanskap Semeru besok pagi.

Tak hanya belajar teknis dan estetika, para peserta juga diajak memahami konteks sosial di balik setiap objek. Bahwa di balik kerut wajah petani atau langit senja desa, ada narasi besar tentang perjuangan dan harapan.

Tema kegiatan ini “Wajah Indonesia dari Desa” dipilih bukan tanpa makna. Lumajang, dengan wajah-wajah sederhananya, menawarkan lukisan nyata tentang Indonesia yang bersahaja, pekerja keras, dan penuh pesona yang belum banyak diketahui publik luas.

Kehadiran UMKM lokal yang membuka stan kuliner dan kerajinan di Food Court Buper Glagaharum menambah warna. Aromanya merangkul peserta, dan rasanya membisikkan kisah-kisah dapur nenek moyang yang masih hidup dalam resep-resep cinta.

Presiden FAFI, Haris Dwi Utomo, menyebut Lumajang sebagai panggung yang sempurna. “Di sini, cahaya tidak hanya jatuh di daun, tapi juga di hati. Ini tempat di mana kreativitas bisa bertunas dan berbuah manis,” ungkapnya dengan nada puitis.

Sesi pemutaran video dokumenter dan pameran karya spontan dari hasil hunting selama acara sontak menyihir suasana. Beberapa foto viral di media sosial, menampilkan potret anak kecil memancing di sungai kecil, dan lanskap kabut menyelimuti perbukitan seolah mengajak netizen ikut masuk ke dalam cerita.

Tak hanya membawa oleh-oleh gambar, peserta juga membawa pulang pemahaman baru. Bahwa kamera bukan sekadar alat, tapi jendela untuk melihat kemanusiaan, medium untuk mengabarkan pesan, dan cermin untuk berkaca pada siapa kita sebagai bangsa.

Bunda Indah berharap, gema acara ini bisa melahirkan gelombang baru semangat berkarya dan mempromosikan Lumajang sebagai tempat yang ramah bagi seniman visual. “Kita ingin Lumajang menjadi titik cahaya di peta kreativitas nasional,” tuturnya.

Dampak acara terasa nyata. Hotel penuh, warung ramai, dan penduduk lokal merasakan geliat yang jarang mereka jumpai. Glagah Arum menjadi tempat yang bukan hanya disinggahi, tapi dirindukan kembali.

FAFI 2025 Lumajang telah menulis babak baru dalam kisah fotografi Indonesia. Ia menunjukkan bahwa dengan cahaya, komposisi, dan cinta pada budaya, sebuah daerah bisa berdiri sejajar di panggung nasional, bahkan dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *