Jember, transparansi.co.id– Sejumlah kepala desa (Kades) dari dua kecamatan di Kabupaten Jember meminta Penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) untuk perusahaan perkebunan swasta oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kabupaten Jember ditinjau ulang.
Pasalnya, lahan perkebunan kopi dengan luasan kurang lebih 300 hektare itu diklaim berdiri di atas tanah kas desa (TKD) se-Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe. Hal itu berdasarkan buku C yang tercatat di data admistrasi pertanahan Desa Gunungmalang, Jambearum dan Rowosari Kecamatan Sumberjambe.
Berita sebelumnya, ribuan massa dari beberapa desa se-Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe, menggelar aksi damai dengan mendatangi 3 lokasi perkebunan yang tersebar di wilayah Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Dengan dikawal anggota kepolisian Polres Jember, ribuan massa itu memasang sepanduk bernada memohon kepada Pemerintah Kabupaten Jember dalam hal ini BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk tidak memperpanjang masa HGU (Hak Guna Usaha) PT. Kaliputih.
Kordinator aksi, Rudy, menyampaikan bahwa selama ini, tanah TKD yang dikuasai oleh PT. Kaliputih itu tidak berdampak terhadap kemajuan desa dan tidak ada pendapatan asli desa (PAD) yang bersumber dari TKD tersebut.
Ia meminta kepada pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat dalam hal ini Kementerian ATR/ BPN segera mengambil langkah dengan duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Sementara itu, Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan ATR/BPN Kantor Pertanahan Jember, Choirul Ahmad, menyampaikan bahwa status HGU lahan perkebunan milik perusahaan swasta yang menjadi objek permasalahan itu masih aktif dan berakhir tahun 2030.
Ia menjelaskan bahwa permohonan perpanjangan HGU yang pertama oleh pemohon dilakukan pada tahun 2011 yang lalu.
” Dan HGU itu sudah pernah dimohonkan hak-nya kemudian diperpanjang 2011 dan insyaallah berakhir tahun 2030,” kata Choirul Ahmad di ruang kerjanya kepada wartawan, Selasa, 2 Januari 2024.
Choirul mengatakan bahwa ada 7 HGU yang sekarang ini menjadi objek permasalahan. HGU nomor 1 dan 4 berlokasi di Desa Jambearum, HGU nomor 1,2,3 dan 5 berlokasi di Desa Gunungmalang atas nama PT. Kaliputih dengan luasan 266 hektare. Sementara HGU nomor 1 berlokasi di Desa Rowosari atas nama PT. Wilansari Kencana dengan luasan 357.000 M².
” Fersi HGU luas lahan perkebunan keseluruhan 301 hektare,” jelasnya.
Kaitannya dengan permasalahan ini, Ia menyampaikan bahwa saat ini status lahan perkebunan sudah bersertifikat HGU.
Ia mengakui bahwa lahan perkebunan HGU tersebut berasal dari tanah Yasan dan tanah TKD milik desa di Kecamatan Sumberjambe dan Sukowono dan sudah melalui proses peralihan atau pelepasan tahun 1982.
Sebelumnya upaya penyelesaian antara kades dengan pihak perusahaan sudah diupayakan melalui DPRD.
Kata dia, kades mensinyalir dalam HGU itu ada tanah TKD, namun dalam prakteknya tanah TKD itu sudah dialihkan tahun 1982, tetapi data yang ada di kades tidak pernah dialihkan.
” Monggo masing-masing punya data, kepala desa juga punya data, PT. LDO, PT. Kaliputih dan PT. Wilangsari juga punya data, saat ini HGU masih berlaku sampai 2030,” ujarnya.
Namun pejabat BPN itu enggan berkomentar ketika disingung terkait mekanisme proses peralihan dari tanah TKD ke perusahaan perkebunan swasta yang kemudian muncul HGU.
” Aku nggak oleh jawab iku mas, mohon maaf informasi seperti itu tertutup, jadi informasi seperti itu tidak bisa saya sampaikan, aku dibatasi kewenanganku mas,” terangnya.
Menurut Choirul Ahmad, kendati lahan sudah bersertifikat HGU, bukan tidak mungkin HGU itu bisa dicabut atau dilepas selama ada kesepakatan dari kedua belah pihak, atau proses peralihan tidak benar dan bisa dibuktikan.
Menyikapi hal ini, Choirul menyerukan kepada pihak yang dirugikan untuk mengirim surat pengaduan kepada kantor BPN Jember untuk proses tindak lanjut.
Mengingat BPN punya kewenangan dalam rangka penyelesaian masalah melalui peraduan diselesaikan melalui lembaga mediasi.
” Apa yang sudah dilakukan kawan kawan sudah betul. Kalo pingin lebih spesifik buat pengaduan ke BPN, tata caranya nanti bisa dilaksanakan mediasi atau musyawarah, karena BPN punya kewenangan di situ,” jelasnya.
Kantor PT. Kaliputih dan PT. LDO di jalan Gajahmada Kaliwates Jember
Sementara itu, HR PT. Kaliputih, Septa, menolak untuk dikonfirmasi dengan dalih bukan kapasitasnya.
Septa akan menyampaikan hal ini kepada pimpinannya dan meminta wartawan meninggalkan nomor telepon yang bisa dihubungi.
” Minta nomornya nanti saya teruskan ke pimpinan,” kata Septa di Kantor PT. Kaliputih jalan Gajahmada Kaliwates Jember pada Selasa (2/1/2024).
“Waalaikumsalam sudah saya sampaikan dan nanti beliaunya akan menghubungi mas sendiri,” tulis Septa saat dikonfirmasi ulang.
Hingga berita ini diterbitkan belum ada respon dari pihak PT. Kaliputih, terkesan menghindar dari kejaran wartawan.
Awak media akan berupaya melakukan konfirmasi ulang kepada PT. Kaliputih dan PT. Wilansari Guna cover both Side pemberitaan media massa.
(AMC)