Doktor Akhyar TarfiKabupaten JemberKantor Pertanahan JemberKepala BPN Jember

Akhyar Tarfi Kepala BPN Jember Kupas Secara Akademis Pembagian Tanah Pasca Perjanjian Helsinki, Hingga Raih Gelar Doktor

×

Akhyar Tarfi Kepala BPN Jember Kupas Secara Akademis Pembagian Tanah Pasca Perjanjian Helsinki, Hingga Raih Gelar Doktor

Sebarkan artikel ini

“Musababnya adalah regulasi sebagai manifestasi political will pemerintah,” terangnya. 

Pemenuhan hak atas tanah bagi masyarakat yang terlibat dan terdampak konflik di Aceh belum diatur secara khusus dan konkrit dalam Hukum Pertanahan,    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU 5/1960) dan peraturan perundangan lainnya sebagai tindaklanjut dari amanat butir 3.2.5 MoU Helsinki. 

Kekosongan pengaturan pada gilirannya menjadi kendala yang membuka ruang ketidakpastian dan ketidakadilan dalam upaya mewujudkan hak-hak atas tanah bagi anggota GAM yang terlibat dan terdampak konflik. Fakta demikian justru sangat tidak menguntungkan bagi proses reintegrasi dan upaya pemulihan berbagai dimensi kehidupan masyarakat paska konflik di Aceh. 

Secara konstitusional, kelompok masyarakat yang terlibat dan terdampak konflik di Aceh adalah bagian Warga Negara Indonesia (WNI) yang wajib mendapatkan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasinya oleh pemerintah dengan memanfaatkan sumberdaya sesuai amanat Pasal 28I UUD 1945. 

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *