Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan ATR/BPN Kantor Pertanahan Jember, Choirul Ahmad (kiri) dan Manager PT. Kaliputih, Felix Yohanes Cahyadi (dok tranparansi.co.id)
Jember, transparansi.co.id- Mediasi terkait konflik tanah kas desa (TKD) dengan luasan tiga ratus hektar antara 21 kepala desa se-Kecamatan Sumberjambe dan Sukowono, Kabupaten Jember dengan perusahaan perkebunan swasta PT.Kali Putih, pada Jumat, 26 April 2024 tidak ada titik temu alias buntu.
Dalam pertemuan mediasi itu, tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Dan akan dimediasi dalam pertemuan ulang berikutnya.
Pertemuan kali kedua yang difasilitasi oleh kepolisian Polres Jember Nomor: B/33/I/IPP.3.1.1/2024 dihadiri oleh Kapolres Jember (Perwakilan), Dandim 0824 Jember (Perwakilan), Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kab. Jember, Inspektur Kab. Jember, Kepala DPMD Jember, Kepala Bakesbangpol Jember, Kepala Bagian Hukum Setda Jember, Camat Sukowono, Camat Sumberjambe, Kepala BPN Jember (Perwakilan), Direktur PT. LDO (Manajemen) dan perwakilan kepala desa se-Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe masing-masing 5 orang.
Kepala Desa Randu agung, Sunaryo, mengatakan bahwa pertemuan yang kali kedua itu tidak ada titik temu, yang mana para pihak dalam hal ini PT Kaliputih dan BPN Kantor Pertanahan Jember enggan membeberkan bukti dokumen awal peralihan tanah TKD menjadi tanah hak guna usaha (HGU) sekira tahun 1982 silam.
Menurutnya, 21 pemerintah desa berhak mendapatkan salinan dokumen peralihan/pelepasan TKD ke Sertifikat HGU tersebut. Selama ini pemerintah desa tidak memegang dokumen dokumen salinan peralihan atau pelepasan TKD tersebut termasuk salinan sertifikat HGU sebagai pegangan arsip pemerintah desa.
Sunaryo menjelaskan bahwa tanah TKD dengan luasan sekitar 300 hektar yang berlokasi di Kecamatan Sumberjambe yang saat ini di kelola oleh PT. Kali Putih dan PT. Wilangsari sama sekali tidak berdampak terhadap kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu, lanjut Sunaryo, 21 Kades meminta sebelum masa HGU berakhir, TKD dikeluarkan dari HGU dan kembali dikelola oleh masing-masing desa.
Sunaryo menilai jika TKD dikelola mandiri oleh pemerintah desa akan berdampak positif pada kemajuan desa, dan berdampak pada kesejahteraan ratusan ribu masyarakat yang tersebar di dua Kecamatan, yakni Kecamatan Sumberjambe dan Sukowono.
“Pastinya pendapatan asli desa dari TKD akan bertambah. Positif untuk pembangunan di desa,” ujarnya.
Lanjut Sunaryo, menyampaikan bahwa pihak pengelola perkebunan dinilai telah banyak merugikan pemerintah desa. Ia menyebut banyak akses jalan desa yang kondisinya rusak akibat aktivitas perusahaan perkebunan dan tidak ada perbaikan dari pihak perusahaan.
Bahkan sudah bertahun-tahun pemerintah desa belum pernah merasakan CSR dari pihak perusahaan perkebunan swasta tersebut.
Untuk itu, Sunaryo, mewakili 21 kepala desa meminta pemerintah pusat dalam hal ini ATR/BPN pusat dan pihak terkait lainya untuk turun ke Jember dan mengambil alih permasalahan ini. Memeriksa keaslian kebenaran dokumen dokumen peralihan atau pelepasan awal dari TKD ke HGU.
Sementara itu, Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan ATR/BPN Kantor Pertanahan Jember, Choirul Ahmad, menyampaikan bahwa pada dasarnya 21 kades meminta TKD kembali kepemerintahan desa.
“Pada dasarnya mereka (kades) menghendaki tanah Tkd-nya kembali ke desa,” ujar Choirul Achmad, seusai acara mediasi kepada wartawan, Jumat (26/4/2024).
Dalam penyampaian pendapat, Choirul Ahmad mengatakan bahwa para pihak akan menyampaikan data masing masing, baik dari kepala desa maupun dari pihak PT. Kali Putih dan PT Wilangsari. BPN hanya menyajikan terkait pemberian, permohonan, terakhir sampai perpanjangan.
Terkait dokumen peralihan atau pelepasan awal dari TKD ke HGU, Choirul Ahmad menyebut dokumen asli kesemuanya itu ada di kantor BPN sebagai dokumen negara.
Menurut dia, dokumen yang dimaksud tidak serta merta bisa disampaikan kepada para pihak dengan dalih dokumen rahasia negara.
“Terkecuali dokumen dibutuhkan pihak pengadilan dalam persidangan atau pihak kepolisian dalam rangka penyelidikan,” terangnya.
Menurut dia, berdasarkan bukti-bukti dokumen yang tersimpan di kantor BPN Jember, bahwa peralihan TKD ke Sertifikat HGU berdasarkan pelepasan tukar guling atau diganti tanah penganti pada tahun 1982. Untuk proses peralihan saat itu keaslian dokumen tersimpan di kantor BPN Jember, sementara di PT Kaliputih hanya menyimpan kopian dokumen saja.
Semestinya, menurut Choirul Ahmad, pemerintah desa mempunyai salinan dokumen- dokumen tersebut.
“Yang asli dokumen-dokumennya ada di BPN, seharusnya desa juga punya dan seharusnya menyimpan arsip dokumen peristiwa tahun itu (Dokumen peralihan awal),” katanya.
Terkait permasalahan ini, Choirul Ahmad optimis akan bisa diselesaikan dengan baik melalui mediasi berikutnya.
“Tapi kita meyakini dalam rangka pertemuan pertemuan mediasi ini bisa menghasilkan satu kesepakatan. Aku positif thinking saja,” ucapnya dengan sedikit tersenyum.
Sementara itu, Manager PT. Kaliputih, Felix Yohanes Cahyadi, menyampaikan bahwa pihaknya sudah menyiapkan data-data yang diminta kepala desa terkait peralihan TKD ke HGU.
Hanya saja karena terkendala waktu, data tidak memungkinkan untuk dibuka, karena banyaknya data yang harus di persiapkan.
“Nanti akan ada pertemuan lagi untuk menunjukan bukti bukti itu, kepala desa juga sudah tahu, intinya di sana,” ucapnya kepada wartawan, Jumat (26/24/24) .
Direktur PT Kaliputih mengaku sudah menyiapkan bukti surat dokumen-dokumen peralihan pelepasan TKD ke HGU.
Sayangnya Felix enggan menjawab pertanyaan wartawan ketika disingung jumlah sertifikat HGU yang atas nama PT. Kaliputih dan PT. Wilangsari.
“Ohh, kita tidak bisa buka sekarang karena ada prosedurnya. Nanti dalam pertemuan berikutnya akan dibuka semuanya,” imbuhnya.
(Ton/Tim)