Terkait sistem rujukan, ia menjelaskan rencana Kementerian Kesehatan untuk beralih dari rujukan berjenjang menjadi rujukan berbasis kompetensi. Nantinya, FKTP bisa merujuk langsung ke faskes dengan kompetensi yang dibutuhkan, tidak harus berjenjang sesuai tipe RS.
Isu kepesertaan, khususnya bagi pekerja yang di-PHK, juga menjadi topik hangat. Siruaya mengungkapkan sarannya kepada Direksi BPJS Kesehatan sejak 2023 terkait penonaktifan pekerja di sistem Electronik Data Badan Usaha (e-Dabu).
“Dugaan saya, banyak pekerja yang di-PHK tetapi dilaporkan oleh perusahaan sebagai ‘mengundurkan diri’ untuk menghindari kewajiban. Perusahaan hanya melampirkan surat pernyataan tanggung jawab mutlak,” ujarnya.
Menurutnya, BPJS Kesehatan tidak boleh hanya percaya pada surat mutlak tersebut, meskipun secara hukum sah. “Saran Dewas, kalau pengusaha bilang pengunduran diri, harus ada evidennya, mana surat pengunduran diri pekerjanya. Sekarang terbantu dengan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan), sehingga serikat juga lebih berjuang memastikan status PHK,” tegasnya.
Dalam sesi tanya jawab, Erick Mediartha dari serikat pekerja, menggarisbawahi masalah e-Dabu. “Kami mohon BPJS jangan langsung terima saja laporan dari perusahaan. Harus ada kolom untuk mengunggah eviden (bukti). Pekerja yang sedang berselisih akan sengsara tidak bisa berobat,” keluhnya.
Siruaya menyambut baik masukan tersebut. “Saya senang ada yang menyuarakan ini. Saya sudah suarakan ini di 2023. Kolom eviden ada, tapi isinya hanya surat pernyataan mutlak itu. Ini yang harus kita dorong,” jawabnya.
Sementara itu, Rifai dari Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FARKES) menanyakan soal pendapatan perawat dan nakes dari JKN yang dirasa masih kecil. Ia juga mengkritik sistem zonasi rujukan yang berbasis jarak, karena dinilai menghambat persaingan sehat antar RS.
Siruaya menjelaskan, BPJS Kesehatan membayar ke faskes dalam bentuk paket INA-CBG’s yang tarifnya ditentukan Kemenkes. “Distribusi pendapatan klaim itu ke pekerjanya menjadi kewenangan manajemen RS. Serikat pekerja nakes bisa terus suarakan jika distribusi dirasa belum adil,” jelasnya.
“Terkait zonasi,” lanjutnya, “itu tujuannya untuk distribusi peserta agar tidak menumpuk di satu RS dan juga dapat ditangani secepatnya di RS terdekat. Tapi nanti dengan adanya sistem rujukan berbasis kompetensi, ini pasti akan ada penyesuaian-penyesuaian lagi.” pungkasnya.
















