Choirul Ahmad Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan ATR/BPN Kantor Pertanahan Jember (foto atas) Manager PT. Kaliputih, Felix Yohanes Cahyadi dan Roni selaku ADM (istimewa)
Jember, transparansi.co.id- Manager PT. Kaliputih, Felix Yohanes Cahyadi, angkat bicara terkait aksi damai oleh ribuan perangkat desa se-Kecamatan Sumberjambe dan Sukowono di lahan perkebunan miliknya di Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, Jawa Timur beberapa hari yang lalu.
Diketahui, beberapa waktu lalu, ribuan perangkat desa dari 2 kecamatan itu melakukan aksi demo dengan memasang spanduk bertuliskan sejumlah tuntutan di lahan perkebunan milik PT. Kaliputih dan PT. Wilansari Kencana.
Mereka menuntut perusahaan perkebunan swasta itu untuk mengembalikan tanah kas desa (TKD) kepada 21 desa se-Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe. Dan juga memohon kepada BPN Kantor Pertanahan Kabupaten Jember untuk tidak memperpanjang HGU (Hak Huna Usaha) perusahaan tersebut.
Pasalnya, lahan perkebunan kopi dengan luasan kurang lebih 300 hektare itu diklaim berdiri di atas tanah kas desa (TKD) se-Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe. Hal itu berdasarkan buku C yang tercatat di data admistrasi pertanahan Desa Gunungmalang, Jambearum dan Rowosari Kecamatan Sumberjambe.
Sementara itu saat dikonfirmasi wartawan, Manager PT. Kaliputih, Felix Yohanes Cahyadi, menyampaikan bahwa sebelumnya pihak perusahaan sudah merespon keluhan Kades melalui Muspika Kecamatan Sumberjambe untuk digelar pertemuan mediasi.
Akan tetapi, lanjut Felix, hal permintaan mediasi itu tidak terealisasi.
Ia menuturkan bahwa aksi damai yang dilakukan kades beberapa waktu lalu itu tidak perlu terjadi karena pihak perusahaan selalu membuka diri untuk duduk bersama dan mediasi.
“Kita membuka ruang dan ayo duduk bersama, apa sih permasalahannya,” ujarnya.
Selama ini, ketika ada sesuatu pihak perusahaan selalu berkoordinasi dengan pak Camat dan Muspika Kecamatan Sumberjambe dan juga Kades yang perbatasan langsung dengan lahan perkebunan.
“Kita sudah koordinasi dengan pak Camat Muspika Kecamatan Sumberjambe untuk dipertemukan, saya kaget kok tiba-tiba ada aksi dan tidak ada pemberitahuan” kata Felix Yohanes Cahyadi dengan didampingi Roni selaku ADM (Administratur) PT. Kaliputih dan PT. Wilansari Kencana di Kantor PT. Ledokombo kepada wartawan, Kamis (4/1/2023).
Kaitannya dengan legalitas lahan perkebunan itu, Felix menjelaskan bahwa lahan perkebunan yang dikelola oleh PT. Kaliputih dan PT. Wilansari Kencana sudah bersertifikat HGU yang dikeluarkan oleh BPN Kantor Pertanahan Kabupaten Jember.
Lahan perkebunan yang dikuasai 2 perusahaan swasta itu berlokasi di Desa Gunungmalang, Jambearum dan Rowosari Kecamatan Sumberjambe.
Dia menjelaskan bahwa masa akhir sertifikat HGU lahan perkebunan PT. Kaliputih berakhir tahun 2032 dan HGU PT. Wilansari Kencana berakhir di tahun 2030.
Dia menjelaskan bahwa perpanjangan sertifikat HGU di tahun 2010 dan 2011 itu berpatokan HGU pertama yang keluar tahun 1982.
Ia mengakui bahwa penerbitan HGU pertama muncul berlandaskan alas hak tanah TKD yang sudah melalui proses peralihan.
“Memang atas dasarnya (HGU muncul) mungkin memang TKD, kalo sejarahnya di kami memang TKD. Tetapi ada proses di sana, ada yang rembuk desa atau apa gimana , akhirnya keluar HGU,” ujarnya.
Namun Ia tidak berani membuka data historis atau kronologis proses peralihan TKD secara keseluruhan dan lengkap mengingat bukan kewenangannya untuk itu.
“Apa yang sudah kami ungkapkan di awal, kalo saya sekarang ini memberikan kronologi (peralihan perolehan) secara lengkap pak, kan ada yang lebih berwenang pak, yaitu BPN pak, mereka yang pegang record-nya semua,” jelasnya.
Ia meyakini bahwa penerbitan dan perpanjangan HGU miliknya sudah melalui prosedur dan dalam prosesnya melibatkan banyak pihak.
Kata Dia, proses perpanjangan HGU melibatkan Kades yang perbatasan langsung dengan lahan HGU.
“Pasti pak, karena salah satu persyaratan perpanjangan HGU harus melibatkan seluruh Kades di perbatasan,” jelasnya.
Dalam proses perpanjangan HGU tidak hanya melibatkan Kades saat itu saja, Ia menyebut beberapa pihak dilibatkan, yakni Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Pemkab dan BPN Provinsi.
“Kita mediasi dulu lah, kita membuka ruang, apa sih yang dipermasalahkan Kades ini,” tutupnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan ATR/BPN Kantor Pertanahan Jember, Choirul Ahmad menyerukan kepada pihak yang dirugikan untuk mengirim surat pengaduan kepada kantor BPN Jember untuk proses tindak lanjut.
Mengingat BPN punya kewenangan dalam rangka penyelesaian masalah melalui peraduan diselesaikan melalui lembaga mediasi.
Namun pejabat BPN itu enggan berkomentar ketika disingung terkait mekanisme proses peralihan dari tanah TKD ke perusahaan perkebunan swasta yang kemudian muncul HGU.
“Aku nggak oleh jawab iku mas, mohon maaf informasi seperti itu tertutup, jadi informasi seperti itu tidak bisa saya sampaikan, aku dibatasi kewenangan ku mas,” terangnya.
Sementara pihak terkait dalam hal ini Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, BPN Kanwil Jatim, Dinas Lingkungan Hidup akan dikonfirmasi lebih lanjut.
(AMC)