Surabaya, transparansi.co.id – Harapan besar masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia berada ditangan Presiden baru Republik Indonesia, Presiden Prabowo Subianto.
Tentunya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, Presiden Prabowo Subianto tidak boleh main-main menunjuk para komandan penegak hukum yang terdiri dari Kapolri, ketua KPK, dan Jaksa Agung (JA).
Keseriusan pemberantasan tindak pidana korupsi, nampak ditunjukan oleh Presiden Prabowo Subianto dengan menunjuk ST Burhanuddin menjadi Jaksa Agung Republik Indonesia.
ST Burhanudin yang sebelumnya menjabat Jaksa Agung dipemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo, dinilai banyak pihak adalah sosok yang tepat, dan tegas serta berintegritas dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.
Penilaian ini bukan penilaian asal-asalan. Penilaian ini melihat track record ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung di pemerintahan Presiden Joko Widodo yang lalu.
ST Burhanuddin banyak membongkar kasus tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara yang mencapai triliun-an rupiah.
Beberapa kasus besar yang merugikan negara mencapai triliun-an rupiah yang ditangani ST Burhanuddin, antara lain kasus Asuransi Jiwasraya yang diperkirakan merugikan keuangan negara mencapai Rp16 triliun.
Kasus Importasi Tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai, yang diperkirakan merugikan keuangan negara mencapai Rp1,6 triliun.
Kasus perizinan kegiatan pengolahan kelapa sawit oleh PT Duta Palma Grup di wilayah Indragiri Hulu, Riau, yang diperkirakan kerugian keuangan negara mencapai Rp78 triliun.
Kasus korupsi minyak goreng yang diperkirakan merugikan keuangan negara mencapai Rp18 triliun, dan kasus yang paling besar diperkirakan merugikan keuangan negara adalah kasus timah yang mencapai Rp300 triliun.
Dimasa kepimpinan Presiden Prabowo, setelah dilantik, ST Burhanuddin tidak leha-leha santai, tapi malah makin kencang dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu tampak dari pihak Kejaksaan Agung membongkar dugaan tindak pidana korupsi atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terdakwa kematian Dini Sera.
Atas vonis bebas itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) yang sebelumnya nenunntut Ronald Tannur 12 tahun penjara melakukan Kasasi.
Tampaknya dari vonis bebas yang dianggap janggal itu, Kejaksaan Agung secara diam-diam melakukan serangkaian investigasi dan akhirnya membuahkan hasil menangkap 3 hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya, yakni Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindya (HH) yang memutuskan bebas Ronald Tannur, dan juga menangkap seorang pengacara bernama Lisa Rahmat (LR) dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.
Penangkapan 3 hakim dilakukan di Surabaya dan penangkapan seorang pengacara dilakukan di Jakarta pada 23 Oktober 2024, dan dari hasil penggeledahan dibeberapa titik diwilayah Jakarta, Surabaya dan Semarang, tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mendapatkan barang bukti uang dalam beberapa pecahan mata uang yang diperkirakan mencapai Rp20 miliar.
Tidak sampai disitu, dari pengembangan penangkapan pengacara RL, Kejaksaan Agung melalui Tim Jampidus pada 24 Oktober 2024 di Bali menangkap Zarof Ricar (ZR) mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung (Agung) yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA).
Dijelaskan oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar. Jumat (25/10/2024) malam. ZR diminta tolong oleh LR selaku kuasa hukum Ronald Tannur untuk membantu agar hakim ditingkat kasasi memutus Ronald Tannur tidak bersalah.
Dalam rencana itu, LR sudah menyiapkan dan menyerahkan uang ke ZR sebesar Rp5 miliar dalam bentuk beberapa mata uang asing untuk diberikan kepada 3 hakim tingkat kasasi, dan ZR medapatkan fee sebesar Rp1 miliar.
Dari penggeledahan 2 tempat, di rumah ZR di Jakarta dan di hotel di Bali tempat penginap ZR, Tim Jampidsus menemukan barang bukti uang tunai berbagai mata uang senilai Rp920 miliar dan emas 51 Kg. Barang bukti itu diduga hasil gratifikasi semasa ZR menjabat di MA.